Kopi luwak adalah kopi spesial yang mengalami fermentasi alami di dalam tubuh musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus), menjadikannya salah satu kopi paling unik dan mahal di dunia.
Musang luwak akan memilih buah kopi matang dan berkualitas tinggi berdasarkan aroma dan rasa manisnya. Proses inilah disebut “seleksi alami”.
Setelah ceri tertelan, biji kopi mengalami fermentasi selama 12–24 jam di saluran pencernaan luwak. Enzim dan asam lambung memecah protein, mengurangi keasaman, dan menghasilkan biji yang lebih halus dan kompleks rasanya.
Biji kopi keluar bersama feses dan segera dikumpulkan keesokan paginya. Kemudian dibersihkan dengan air hingga benar‑benar higienis .
Biji kopi kemudian dijemur di bawah sinar matahari sampai kadar air turun ke 12%, lalu kulit/parchment dikupas dan disortir secara manual atau mesin sesuai ukuran dan kualitas.
Setelah dikeringkan dan dikupas, biji (green bean) dipanggang (roasting) tradisional atau modern untuk mengeluarkan aroma dan cita rasa khas. Biji dipanggang sekitar 45 menit . Setelah dingin, biji digiling jadi bubuk kopi siap seduh.
Banyak kopi luwak modern berasal dari luwak yang dipelihara di kandang kecil dan dipaksa makan ceri kopi, metode ini menimbulkan kekhawatiran kesejahteraan hewan.
Dari perspektif rasa, SCAA menyatakan “kopi luwak hanya dibeli karena cerita, bukan kualitas”.
Beberapa pengguna reddit menyatakan :
“Kopi luwak … paling tidak rasanya biasa saja”  
“Nearly all of them force feed civets and confine them to small cages…Just a bad situation and shouldn’t be supported.”
Kopi luwak punya proses pembuatan yang unik dan menarik, mulai dari fermentasi alami di dalam perut luwak hingga pengolahan manual yang detail. Namun, kamu juga perlu peka terhadap isu etika dan kualitas. Jika memilih kopi ini, usahakan mencari yang dihasilkan secara liar (wild-collected) atau melalui metode probiotik/tanpa hewan seperti riset ITB “zimobiotik” sebagai alternatif etis dan berkelanjutan.
KOPI INSTITUTE
Memahami Kopi Luwak: Dari Hutan ke Cangkir
Perjalanan Kopi: Dari Biji Hingga Cangkir
Kopi yang kita nikmati setiap pagi sebenarnya telah melalui perjalanan panjang sebelum tiba di cangkir. Dari kebun yang terletak di daerah pegunungan hingga proses penyeduhan yang teliti, setiap langkah berperan penting dalam menentukan rasa dan kualitas kopi. Yuk, kita ikuti jejak perjalanan kopi!
Dimulai dari Ketinggian, tanaman kopi tumbuh subur di daerah beriklim tropis dengan ketinggian tertentu. Dua jenis utama seperti Arabika dan Robusta membutuhkan kondisi yang berbeda. Arabika tumbuh di dataran tinggi, beriklim sejuk. Robusta cocok tumbuh di dataran rendah, karena lebih tahan terhadap penyakit.
Proses panen dilakukan saat buah kopi (cherry) sudah matang. Proses ini bisa manual atau mekanis, namun pemetikan tangan memberikan hasil yang lebih selektif.
Setelah dipetik, biji dipisahkan dari daging buahnya. Ada dua metode utama, yaitu washed (basah) yang menghasilkan rasa lebih bersih dan terang. Natural (kering) menghasilkan rasa manis dan kompleks.
Biji kopi yang sudah diekstrak dari buahnya lalu dikeringkan hingga kadar airnya turun sekitar 10–12%. Setelah itu, biji disimpan di tempat sejuk dan kering sebelum dikirim ke tempat pemanggangan.
Pemanggangan adalah tahap penting yang menentukan cita rasa akhir kopi. Proses pemanggangan mengubah komponen kimia biji mentah menjadi aroma dan rasa khas kopi. Light roast, rasa lebih asam dan fruity. Medium roast, seimbang, cocok untuk seduhan manual. Dark roast, rasa lebih pahit dan smoky, sering dipakai untuk espresso.
Biji kopi yang telah dipanggang harus digiling sesuai metode penyeduhan, kasar untuk French press. Sedang untuk pour over. Halus untuk espresso.
Kemudian kopi diseduh menggunakan teknik pilihan seperti manual brew, espresso machine, atau bahkan cold brew.
Setelah proses panjang ini, kopi akhirnya siap dinikmati. Dari aroma yang menguar hingga rasa yang menyentuh lidah, setiap tegukan adalah hasil dari kerja keras petani, roaster, dan barista.
Kopi bukan sekadar minuman, ia adalah perjalanan panjang dari tanah ke tanganmu. Dengan memahami proses ini, kita bisa lebih menghargai setiap cangkir yang kita nikmati.
Penulis: Lauren
Mana yang Sesuai dengan Selera Anda Robusta atau Arabika?
Kopi merupakan minuman yang digemari oleh banyak orang di seluruh dunia. Dua jenis kopi yang paling populer adalah Arabika dan Robusta. Meskipun keduanya berasal dari tanaman kopi, mereka memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal rasa, kandungan kafein, bentuk biji, dan cara penanaman.
Biji kopi arabika umumnya berasal dari perkebunan pada ketinggian antara 1.000 hingga 2.000 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini membutuhkan suhu sejuk antara 15–25°C dan curah hujan 1.500–2.500 mm per tahun. Sementara biji kopi robusta tumbuh optimal di dataran rendah dengan ketinggian 0–900 meter di atas permukaan laut. Robusta lebih tahan terhadap hama dan penyakit serta dapat tumbuh pada suhu 24–30°C dengan curah hujan 1.500–3.000 mm per tahun.
Kopi Arabika memiliki kandungan kafein lebih rendah, sekitar 0,8–1,4%, namun mengandung gula lebih tinggi, sekitar 6–9%. Sedangkan Robusta kandungan kafeinnya lebih tinggi, berkisar antara 1,7–4%, dengan kadar gula lebih rendah, sekitar 3–7%. Sebagaimana dikutip dari detik.com
Kopi Arabika dikenal dengan rasa yang lebih kompleks, asam yang lembut, dan aroma yang halus. Rasanya bisa bervariasi, dari manis, buah-buahan, bunga, hingga cokelat. Sedangkan Kopi Robusta memiliki rasa yang lebih kuat, pahit, dan lebih kasar dibandingkan Arabika. Rasanya sering dikaitkan dengan cokelat, kacang-kacangan, dan rempah-rempah.
Kopi Arabika cenderung lebih mahal harganya karena proses penanaman dan perawatannya yang lebih sulit. Arabika juga lebih populer di pasar global, menyumbang sekitar 70% dari produksi kopi dunia. Sedangkan harga Kopi Robusta lebih murah dan mudah dibudidayakan. Menyumbang sekitar 30% dari produksi kopi dunia dan sering digunakan untuk kopi instan dan campuran espresso.
Memilih antara kopi Arabika dan Robusta tergantung pada preferensi pribadi Anda. Jika Anda menyukai kopi dengan rasa yang halus dan kompleks, Arabika mungkin menjadi pilihan yang tepat. Namun, jika Anda lebih menyukai kopi dengan rasa yang kuat dan kandungan kafein yang tinggi, Robusta bisa menjadi pilihan yang sesuai (TS) .
Apa Saja Jenis Penaung pada Perkebunan Kopi ?
Tanaman kopi membutuhkan naungan tetap untuk mengurangi intensitas cahaya yang dapat berdampak pada kurang optimalnya produksi. Penaung tetap mutlak diperlukan dalam sistem tanaman kopi berkelanjutan. Selain itu pertanaman kopi tanpa penaung tetap cenderung menyebabkan percepatan degradasi lahan dan mengancam keberlanjutan budidaya tanaman kopi pada lahan tersebut.
Lalu apa saja jenis penaung yang dapat digunakan pada perkebunan kopi?
Adapun pohon penaung tetap yang banyak dipakai di Indonesia adalah jenis lamtoro (Leucaena sp.), Gliricidia, kelapa, dadap (Erythrina sp.), Kasuari (Casuarina sp.) dan sengon (Paraserianthes falcataria). Pada tempat-tempat tertentu di dataran tinggi dapat jeruk keprok sebagai penaung tetap.
Lamtoro tidak berbiji dapat diperbanyak dengan atau okulasi, ditanam dengan jarak 2 m x 2,5 m, setelah besar secara berangsur-angsur dijarangkan menjadi 4 m x 5 m. Sementara di Papua yang banyak digunakan adalah jenis Kasuari (Casuarina sp.) banyak digunakan di Papua dan Papua Barat khususnya untuk daerah tinggi di atas 1.500 m dpl.
Siap Dikomersialkan! Inilah Kopi Kuning Unggul Asal Jawa Barat
“Varietas kopi kuning asal Jawa Barat ini memiliki karakter unggul yang sangat menjanjikan, adaptif di dataran kurang dari 1000 mdpl dan cocok dikembangkan,” ujar Anton Nurholis, SP., MP., Kepala Balai Pengembangan dan Produksi Benih Perkebunan Provinsi Jawa Barat.
Dengan skor cita rasa SCAA sebesar 87.75, kopi ini masuk kategori Excellent, dilengkapi aroma khas bunga, karamel, dan gula merah. Produktivitasnya pun mencapai rata-rata 2,79 ton/ha/tahun dengan potensi maksimal hingga 4,2 ton/ha/tahun.
Selain itu, varietas ini tahan terhadap penyakit karat daun dan PBKo, serta memiliki mutu fisik biji yang sangat baik dengan ukuran besar dan tingkat cacat di bawah 10%. Dengan keunggulan tersebut, kopi kuning ini siap dikomersialkan.
Sumber: Terang Bulan Consulting
Kesegaran Kopi Bercitarasa Citrus asal Dataran Tinggi Bali
Di tengah popularitas kopi-kopi Indonesia seperti Gayo dan Toraja, ada satu permata dari Pulau Dewata yang semakin menarik perhatian para pencinta kopi dunia, yaitu Kopi Kintamani. Berasal dari kawasan pegunungan di timur laut Bali, kopi ini dikenal bukan hanya karena kualitasnya, tetapi juga karena karakter rasa yang sangat berbeda dibandingkan kopi Indonesia lainnya.
Kopi Kintamani tumbuh di dataran tinggi Kintamani, antara Gunung Batur dan Gunung Abang, pada ketinggian sekitar 1.200–1.500 meter di atas permukaan laut. Iklim sejuk dan tanah vulkanik yang subur menciptakan lingkungan ideal bagi budidaya kopi arabika berkualitas tinggi.
Yang membuatnya semakin unik adalah sistem pertanian subak abian, sistem pertanian tradisional Bali yang berakar dari filosofi Tri Hita Karana, yaitu harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan. Petani di Kintamani biasanya menanam kopi secara organik, berdampingan dengan tanaman jeruk dan rempah-rempah, tanpa pestisida kimia.
Berbeda dari kopi Sumatra atau Sulawesi yang memiliki karakter “earthy” dan berat, kopi Kintamani cenderung lebih ringan, cerah, dan menyegarkan, dengan aroma citrus atau lemon, rasa fruity (buah-buahan), tingkat keasaman yang terang namun seimbang, body yang ringan hingga medium. Karakteristik ini membuat kopi Kintamani sering digambarkan lebih mirip dengan kopi-kopi dari Ethiopia atau Kenya, sangat cocok untuk metode seduh manual seperti V60, chemex, atau cold brew sebagaimana dikutip Ubudian.id.
Kopi Kintamani adalah salah satu kopi Indonesia pertama yang memperoleh sertifikasi Indikasi Geografis (IG), yang melindungi reputasi dan asal-usul produknya. Di pasar global, kopi ini mendapat tempat khusus sebagai kopi Indonesia dengan cita rasa yang “clean” dan modern, jauh dari stereotip kopi Nusantara yang pekat dan kuat.
Banyak roastery dan café specialty di Eropa, Jepang, dan Australia yang mulai menawarkan kopi Kintamani sebagai pilihan eksotis dari Asia Tenggara yang ringan dan kompleks. sebagaimana diulas The Roastery.
Kopi Kintamani bukan hanya tentang biji kopi ia adalah cerminan dari budaya, alam, dan spiritualitas Bali yang dituangkan dalam setiap cangkir. Dengan rasa citrus yang segar dan keasaman yang hidup, kopi ini mengajak penikmatnya untuk merasakan sesuatu yang berbeda, semacam “kopi dengan napas udara pegunungan dan sinar matahari pagi.”
Syarat Agroklimat untuk Kopi Arabika
Kopi arabika memiliki kondisi lingkungan yang diharapkan agar dapat berproduksi optimal. Adapun persyaratan agroklimat agar tanaman penghasil bahan baku minuman tersebut agar dapat menghasilkan adalah sebagai berikut.
Pertanaman Kopi
Untuk petanaman kopi arabika harus memiliki ketinggian tempat lebih dari atau sama dengan 900 mdpl. Idealnya kmiringan lereng maksimal 20%, agar memudahkan dalam pemanenan. Dengan kendalaman tanah efektif lebih dari 100 cm, memilikid rainase baik dan kemasaman tanah (pH) 5,5–6,5.
Iklim
Sementara untuk iklim tanaman kopi membutuhkan curah hujan 1.500 s/d 4.000 mm/tahun/ Dengan suhu udara rata-rata 15-25 C.
Lokasi
Untuk lokasi, ini sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal antara lain, memiliki akses sarana transportasi secara baik. Sehingga produk bahan tanam yang dihasilkan akan mudah didistribusikan ke lokasi-lokasi pengembangan secara cepat. Dekat dengan sumber air (alami atau buatan). Idealnya lahan bebas dari hama dan penyakit terutama nematoda;
Untuk kopi arabikan bisa ditanam dengan kerapatan 1.400 – 2.000 pohon per hektar.